(bag 4) Gadis Pemimpi
Cahaya siang mulai datang..
Merangkak pelan mengusir pagi..
Sedikit hangat..
Karena hari belumlah matang..
Terdengar rintihan dari kamar belakang. Aku segera
menuju ke sana. Lelaki itu sudah siuman. Matanya tak lagi berurai air mata.
Tatapannya tak lagi kosong. Lebam-lebamnya hampir tak berbekas. Tak ada lagi
darah yang ke luar dari hidung juga bibirnya. Warna mukanya tak lagi pucat.
Terlihat segar. Dan, tampan. ;-)
‘Syukurlah..Mas
sudah siuman,’ seruku senang. Tatapannya mengandung beribu tanya. Aku
tersenyum.
‘Tadi malam,
Mas datang ke sini. Mas terluka dan terkena racun. Tapi, syukurlah..Mas sudah
sadar dan terlihat lebih baikan..,’ kataku sambil tersenyum.
‘Aku di mana?’ tanyanya.
‘Ceritanya panjang. Lebih baik sekarang, Mas
sarapan dulu. Biar kuhangatkan lagi buburnya,’ jawabku sambil membawa mangkuk
bubur ke dapur.
Aku tak mendapati lelaki itu di kamar ketika
kembali sambil membawa semangkuk bubur yang sudah hangat dan segelas air putih.
Kuletakkan bubur itu di meja, sambil mataku berkeliling mencari sosoknya. Dia
pergi ke mana lagi?..Belum sempat aku memeriksa sekeliling kamar, lelaki itu
muncul di ambang pintu. Ternyata lelaki itu selesai membersihkan diri di kamar
mandi. Sekarang, terlihat lebih bersih dan segar meski masih memakai baju yang
koyak di sana-sini.
‘Ini buburnya, Mas..Silakan..Oiya, itu air kunyit.
Minumlah sehabis makan bubur ini,’ kataku seraya mengangsurkan mangkuk bubur
kepadanya.
Lelaki itu menerimanya sambil mengucapkan terima
kasih. Kutinggalkan kamar. Aku mencari seperangkat baju untuk lelaki. Biasanya,
Ibu menyediakan satu atau dua setelan baju baru untuk lelaki juga perempuan. ‘Jaga-jaga kalau ada tamu yang perlu, Neng,’
begitu kata Ibu selalu. Bersyukur, satu stel baju beserta celana panjang
kutemukan. Ukurannya cocok pula. Satu kemeja putih dengan leher rendah dan
celana panjang warna hitam.
Kubawa ke kamar setelan baju dan celana itu.
Rupanya lelaki itu sudah menyelesikan sarapannya. Gelas air kunyit juga sudah
kosong. ‘Ini baju baru..Baju yang Mas pakai robek sana-sini. Pakailah yang
ini..Kalau sudah, nanti kuceritakan,’ ujarku sambil meletakkan setelan baju itu
di sisi tempat tidur.
Aku menunggu lelaki itu berganti pakaian di ruang
depan. Tak lama kemudian, lelaki itu keluar kamar dan menghampiriku. Wajahnya
dihiasi senyum. Senyum yang menawan. Untuk sejenak, ada getar aneh di palung
hatiku. Getar yang mengganggu kesadaranku. Getar yang tak kumengerti tapi
memberikan rasa hangat. Hangat yang mendebarkan..(cieeeee)..:-D
Lelaki itu duduk di hadapanku. Raut wajahnya baru
jelas terlihat sekarang. Postur tubuhya sedang. Rambutnya pendek sekali. Matanya
bening, berkilau. Berpagar alis tebal melengkung sempurna. Lelaki itu
tersenyum, ujarnya, ‘Mohon maaf, telah merepotkan. Tapi, saya berterima kasih
sekali telah ditolong. Boleh tau, saya harus memanggil..?’ ucapannya terhenti. Tapi, lelaki itu membuka telapak tangannya mengarah kepadaku.
‘Ohhh..panggil
saya, Pipit,’ jawabku mengerti.
‘Oh..baiklah,
Neng pipit..,’ katanya sambil tersenyum. ‘Bagaimana cerita semalam dan pagi ini?’ tanyanya lagi.
Berceritalah aku tentang apa yang terjadi semalam
dan tadi pagi. Lelaki itu kemudian bertutur setelah mendengar aku selesai
bercerita. Wanita tua itu sudah dianggap sebagai Ibu kedua baginya. Lelaki ini
juga memiliki kedekatan dengan anak gadisnya yang sudah dianggap sebagai adik
perempuannya. Berbeda dengan yang dirasakan oleh anak gadis wanita tua
itu. Diam-diam, anak gadis wanita tua itu menaruh hati kepadanya. Wanita tua itu juga sangat menaruh harapan padanya untuk menikahi anak gadisnya
kelak. Menurutnya, wanita tua itu menjadi marah ketika ia menolak menikahi anak
gadisnya. Hingga suatu malam, wanita tua itu dan beberapa anak buahnya
menemuinya di rumah. Kembali wanita tua itu menanyakan akan kesediaannya
menikahi putrinya. Penolakannya kembali membuat rasa marah wanita tua itu
memuncak. Wanita tua itu dan anak buahnya menyerang lelaki itu sampai
akhirnya ia terluka dan terkena racun patah hati, salah satu ilmu andalan dari wanita tua
itu.
‘Mohon maaf
sekali lagi saya jadi melibatkan banyak orang dalam urusan ini,’ katanya
setelah mengakhiri ceritanya.
‘Tenang aja,
Mas..Bersyukur, Mas masih bisa selamat,’ jawabku.
‘Iya..Terima
kasih banyak ya, Neng. Kalau begitu, saya mohon pamit dulu. Terima kasih ya,
Neng..Saya harus menemui wanita tua itu dan menyelesaikan urusan ini. Setelah
itu selesai, saya janji, saya akan menemui Neng lagi,’ katanya sambil
berdiri.
‘Mas mau ke
rumah wanita tua itu?’ tanyaku kuatir. ‘Tapi, tubuh Mas kan belum pulih benar.
Lebih baik tunggu sampai kondisi tubuh pulih benar, Mas. Bagaimana kalau nanti
Mas terkena racun lagi? Kali nanti, mungkin akan lebih parah dari yang kemarin,’
kataku masih dengan rasa kuatir.
Lelaki itu tersenyum sambil berujar, ‘Tenang, Neng..Saya akan baik-baik saja. Kan,
saya dah janji mau ketemu sama Neng lagi. Doakan saja ya, Neng.’
Rasa kuatir mengepungku tapi aku tak bisa berbuat
banyak untuk menahannya.
(batinku
berbisik lirih) : mengapa pergimu begitu cepat? padahal, rajutan cintaku
belumlah sempat; untaian asmaraku baru tertambat; sedangkan, rinduku belumlah
melekat; dan ikrarku belum terpahat..pergimu
terlalu cepat..apa datangku yang terlambat?
‘Sekali lagi,
terima kasih ya, Neng..Jaga diri baik-baik,’ ujarnya sambil berlalu menuju
pintu.
‘Iya, Mas
juga ya..Oiya..boleh saya tau nama Mas siapa?’ tanyaku sambil mengantarnya
ke luar rumah.
Lelaki itu berbalik sambil tersenyum, ‘Oiya..maaf..saya lupa memperkenalkan diri.
Panggil saya ‘BG’.’
‘BG?’
tanyaku.
‘Iya..BG..Bambang
Gentole,’ jawabnya sambil berlalu. Aku melihat punggungnya sampai hilang
dari pandangan.
Bambang
Gentole?..BG?..Bambang Gentole?..BG?..nama itu berputar-putar di kepalaku.
gambar diambil dari sini |
***
Angin membawa berita bahwa fajar telah menjelang.
Udara terasa lebih dingin. Segar.
Lamat-lamat terdengar adzan subuh di telingaku..
Aku terjaga dan turun dari tempat tidur. Langsung menuju kamar belakang. Lho?..Koq, ga ada?..Kemana dia?..Kucari ke belakang
pintu, kolong tempat tidur..dalam lemari..tak ada tanda-tanda lelaki itu ada di
sana..
Aku menuju ruang depan. Kujumpai Ibu. Ohhhh..Ibu
sudah pulang.., ‘Ehh..Ibu dah pulang..Jam
berapa pulangnya, Bu?,’ kataku sambil memeluk Ibu..’Oiya, Bu..lelaki yang di kamar itu kemana, ya, Bu?..Itu,
lho..yang di kamar belakang,’ tanyaku langsung kepada Ibu.
Ibu memandang wajahku dengan rasa bingung, ‘Baru pulang?..Siapa yang baru pulang?..Lelaki?..Lelaki
yang mana?..Lelaki apaan?’ jawab Ibu.
‘Itu,
Bu..BG..Lelaki yang namanya BG..Bambang Gentole..Masa Ibu ga lihat?..Apa dia
pergi diam-diam, ya?’ tanyaku lagi.
‘B?..G?..BG
siapa, Neng?..,' tanya Ibu, masih bingung mendengar pertanyaanku.
'Iya, Bu..BG..Belum kenalan ke Ibu, ya?' tanyaku lagi.
'Neng..Neng abis mimpi, ya?’ tanya Ibu sambil menatap wajahku masih dengan pandangan bingung.
'Iya, Bu..BG..Belum kenalan ke Ibu, ya?' tanyaku lagi.
'Neng..Neng abis mimpi, ya?’ tanya Ibu sambil menatap wajahku masih dengan pandangan bingung.
Kata-kata Ibu seperti guyuran air dingin..Mimpi?..Ya Ampunnnnn..Jadi, semua itu cuma mimpi?..Jadi pendekar..Racun patah hati..Racun jatuh cinta..juga, lelaki
yang membuatku jatuh hati itu..cuma dalam mimpi?..Ya Ampunnnnn..!!!!..:-(
Akhirnya, sambil tersenyum bodoh aku menjawab, ‘Hi..hi..Iya, Bu..Ipit mimpi..Mimpi jadi
pendekar..Pendekar Semalam..Hadeuhhhhhh..Pantes Ibu ga kenal BG.’
‘Dah..Solat
dulu kalo gitu, Neng..Biar sadar bener,’ kata Ibu sambil tersenyum.
Terus, kabar lelaki itu gimana..Yaaaaahhhh..gimana
caranya ketemu lelaki itu lagi?..Apa aku harus mimpi lagi?..Gimana
caranya?..Mimpi kan ga bisa diatur..ga bisa diminta..Hikssss..pikirku sambil berlalu mengambil air wudhu.
Fajar menyingsing di ufuk timur..
Kokok ayam mulai terdengar bersahutan di kejauhan..
Fajar menyingsing di ufuk timur..
Kokok ayam mulai terdengar bersahutan di kejauhan..
Pagi datang mengawali hari baru..
(selesai)
^_^
***
(selesai)
^_^
***
mohon
maaf jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian, ataupun peristiwa.
cerita di atas hanya sebuah cerita fiktif belaka.
mohon maaf juga jika cerita di atas tak sesuai dengan harapan juga tak berkenan di hati.
cerita di atas hanya sebuah cerita fiktif belaka.
mohon maaf juga jika cerita di atas tak sesuai dengan harapan juga tak berkenan di hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar