Pages

Minggu, 22 Maret 2015

MISTERI DI SUATU MALAM

(bag 1) Tamu Misterius

Malam melayap sepi..
Bulan malu bersembunyi di peraduan..
Bintang menyepi di balik awan..
Kunang-kunang berlari..tampaknya enggan menari di bawah sinar temaram..
Suara cengkerik hilang nada..
senyap..
Malam seakan hilang wajah..

Kututup daun jendela dan menuju tempat tidur. Kubaringkan tubuh, rasa lelah yang sangat membuatku langsung terlelap dalam hitungan detik. Baru saja  kuterlelap ketika mendengar suara gedoran di pintu depan rumah. Segera aku bangun dan duduk mempertegas suara tadi. Terdengar kembali gedoran. Kali ini makin keras. Ada suara lirih..

Tolongggg…,’ suara yang lirih memecah kesunyian.

Aku turun dari tempat tidur dan berjalan ke luar kamar. Kunyalakan lampu. Suara gedoran di pintu dan suara lirih semakin terdengar jelas. Suara seorang lelaki. Semua anggota keluarga yang lain sedang menginap di rumah salah satu kerabat di luar kota. Jadi, siapa? Malam-malam begini?..
Kusingkap tirai kaca depan. Tampak olehku seorang lelaki yang sedang bersandar di kusen pintu.
Aku tak mengenalnya. Kupandang sekeliling dari balik kaca..sekeliling tampak sepi..tak terlihat orang lagi, hanya lelaki itu.
Gedoran dan suara minta tolong kembali terdengar.
Dengan memberanikan diri, aku segera memutar anak kunci dan membukakan pintu. Tampak lelaki itu kini telah rebah hampir tertelungkup di depan pintu. Seketika aku terkejut dan langsung membungkuk.

Tolonggggg..sem..bunyi..kan..a..kuuu..mereka..me..reka..menge..jarku..tooolonggg..selamatkan aku,’ pinta lelaki itu lirih. Matanya berurai air mata.

Duhhh..apa yang harus kulakukan?..,’ batinku kebingungan. Lelaki asing..Bajunya koyak sana-sini. Muka pucat, tubuhnya penuh lebam. Ada darah yang keluar dari hidung dan di sudut bibirnya.

Cepatttt..merekaaaa..aaa..kann se..geraaa ..datangggg..,’ ujarnya lirih terbata-bata.
Tanpa sempat berpikir lagi, kuangkat tubuh lelaki itu. Kupapah dia masuk ke dalam rumah.

Di mana akan kusembunyikan?’ pikirku lagi. Sambil terhuyung, kupapah dia memasuki kamar belakang.

Diamlah dulu di sini,’ kataku sambil mendudukannya di tempat tidur.

Terima kasih,’ sahutnya pelan. ‘Tolong...ja..ngann beritahu me..re..ka soal aku,’ sambungnya lagi berbisik. Air mata terus terurai.

Baiklah..Biar kuambilkan segelas air hangat,’ kataku.

Wajahnya pucat, sekitar matanya lebam biru. Bibir dan hidungnya mengeluarkan darah. Tubuhnya bergetar, menggigil kedinginan.
Aku ke luar kamar menuju dapur ketika kudengar derap ramai kaki kuda mendekati rumah. Derap kaki kuda itu kemudian terdengar berhenti di depan rumah.  

Langkahku berbalik, urung menuju dapur. Dengan hati bertanya-tanya aku menuju pintu depan. Kusingkap tirai. Malam terlihat makin pekat. Selain sapu yang tersandar di kusen pintu, kulihat lima orang lelaki bertubuh besar dan kekar turun dari kuda yang mereka tumpangi dan berjalan memasuki halaman rumah. Semuanya memakai baju merah dengan ikat kepala bewarna hitam, sepatu yang ujungnya runcing, dan masing-masing membawa sebilah golok. Setiap orang dari mereka tampak gagah dan tangkas.
Kututup tirai. Hatiku berdebar tak keruan.

Tak lama kemudian,

Duk..Duk..Duk..Buka pintu!!’ terdengar suara yang menggelegar disertai gedoran di pintu.

Dengan memberanikan diri, kuputar anak kunci dan kubuka pintu. Baru jelas terlihat olehku perawakan dari kelima orang itu. Sepintas, terlihat mereka berumur sekitar 30-40 tahun, memiliki tinggi tubuh yang hampir sama. Ada yang gemuk, tua, muda, berkumis, dan berewok. Tapi, kelimanya tampak gagah dan kekar.

‘Selamat malam..Ada keperluan apa yang membuat Bapak-Bapak sekalian datang ke rumah saya malam-malam begini?’ tanyaku. Meski rasa kaget dan takut mengepung hati tapi aku mencoba untuk tidak memperlihatkannya.

‘Tak usah berpura-pura, Bocah!!..Di mana lelaki yang tadi masuk ke rumah ini?!!!’ bentak si berewok.

Hmmm..Bocah?..Mereka memanggilku ‘bocah’?..ga salah?, batinku.

‘Tak usah berpura-pura. Cepat suruh ke luar lelaki itu!!!’ sambung si kumis.

‘Bapak-Bapak sekalian tidak menjawab pertanyaan saya,’ ujarku sambil tersenyum.

Tiba-tiba, si Gemuk menempelkan bilah goloknya ke leherku sambil berkata dengan nada mengancam, ‘Cepat beritahu di mana dia sekarang?.. Atau, golok ini yang akan berbicara.’

Kaget tak bisa kupungkiri. Tak menyangka bahwa tamu tak diundang ini tanpa segan-segan berbuat seperti itu. Dengan gerakan perlahan, kutepis bilah golok itu dari leher, ‘Ohh..Jadi, keinginan Bapak-Bapak ini ingin bertemu dengan lelaki itu?..Tapi, kayanya, tidak perlu dengan cara seperti ini, Pa..

Raut wajah mereka terlihat tak sabar mendengar kata-kataku.

Cepat..suruh dia keluar atau kami yang akan menyeretnya ke luar,’ seru si Gemuk lagi.

Hmmm..Begini, Bapak-Bapak..Lelaki itu sekarang jadi tamu saya. Tadi, dia berpesan kepada saya, saat ini, dia  tidak ingin ditemui oleh siapapun juga, termasuk para bapak ini. Dan, untuk menyeretnya ke luar?..menurut saya, itu bukan sikap yang bijak ya, Pa..Masa Bapak-Bapak ini mau menerobos rumah saya seenaknya tanpa minta ijin kepada tuan rumah terlebih dulu?’ sahutku masih sambil tersenyum meski dalam hati aku merasa jerih.

BOCAH SOMBONG!!!’ seru Si Tua kesal sambil mengayunkan goloknya dengan gerakan menebas ke arah kepalaku.

Merasa ada angin yang menyambar, seketika lenganku menangkis pergelangan tangan yang memegang golok itu. Golok pun terlepas dari genggaman Si Tua. Tangkisan tanganku tadi membuat Si Tua mencelat mundur dua langkah. Kelima lelaki itu tampak terkejut. Mereka sama sekali tak menyangka aku mampu membuat Si Tua mundur. 
Tapi, tak lama kemudian, belum sempat aku menghela nafas lega, Si Gemuk menghunus goloknya ke arah dadaku. Kusambut ujung golok itu dengan kedua telapak tanganku. Si Gemuk tampak kaget melihat aku berhasil memegang goloknya. Kutolak golok itu, dan seketika Si Gemuk terjengkang ke belakang. Darah keluar dari mulutnya.
Keempat lelaki itu terlihat makin geram. Si Muda dan Si Kumis menerjang bersamaan dengan menghunus golok ke arahku.
Aku berguling sambil menyambar sapu yang tersandar di kusen pintu. Dengan gerakan cepat kupukul kedua tangan yang memegang golok itu dengan gagang sapu. Golok terlepas dari genggaman mereka. Tampak mereka meringis sambil memegangi pergelangan tangan. Hi..hi..mereka pasti merasa kaku dan kesemutan.
Melihat keempat temannya tak berhasil membuatku mundur, Si Brewok menerjang dengan penuh nafsu. Ditebaskannya golok ke arah kepalaku. Sebelum golok itu mengenai kepala, kuangkat kedua tanganku yang memegang gagang sapu sambil kuangkat kedua kakiku menghantam dadanya. Si Brewok terpental ke belakang sampai sekitar dua meter. Dia terduduk, tersandar ke batang pohon mangga di dekat pagar. Mukanya menahan nyeri yang sangat. Tangannya memegang dada dan sorot mata penuh dendam kepadaku.

Tak kusangka, tenaga dalam Bocah ini begitu kuat. Hampir sempurna. Golokku tidak mampu menebas gagang sapunya. Golokku serasa menghantam baja. Malah berbalik, dia berhasil membuatku terpental,’ batin Si Brewok.

Jadi, gimana?’ tanya Si Muda kepada teman-temannya.

Kita serang bersamaan,’ jawab Si Tua.

Senyum tersungging di wajahku ketika kelima lelaki itu bersama-sama menghampiri. Secepat kilat, mereka langsung menyerangku dari semua penjuru. Tak kalah cepat, menyingkirkan rasa kuatir dan takut yang tadi sempat menyergapku, aku melesat ke atas sambil bersalto dua kali di udara, menghindari kepungan mereka. Tampak wajah tak puas di kelima lelaki itu. Mereka berbalik dan terus menyerangku. Si Gemuk membentak sambil menerjang dengan goloknya yang tak henti membuat gerakan menebas ke daerah-daerah mematikan di tubuhku. Aku berkelit dan langsung mengumpulkan tenaga dalam. Kuputar tanganku dan kulontarkan tenaga pukulan angin  ke arah kelima lelaki itu. Segulung pukulan angin yang keras menampar tubuh mereka membuat tubuh kelima lelaki itu terjungkal dan terhempas di pagar. Bersamaan dengan itu, di udara merebak bau walang sangit yang sangat kuat.

gambar dari sini
Racun walang sangit..Cepat, tahan nafas!!‘ perintah Si Tua.

Kelima lelaki itu hampir serentak menahan nafas mereka supaya tidak menghirup racun tadi. Tapi tak urung, bau walang sangit telah masuk ke dalam saluran pernafasan mereka. Jurus walang sangit melindungi diri  adalah salah satu jurus dari ilmu ‘Walang Melindungi Diri’ yang kukuasai. Tampaknya kelima lelaki itu mengenal jurus yang kukeluarkan tadi.

Sambil tersenyum, aku pandang kelima wajah kelima lelaki itu bergantian. Muka mereka tampak mengejang kaku menahan nyeri, pusing, mual yang luar biasa.

Bagaimana, Bapak-Bapak?..Tak usah cemas bila bau tadi sempat terhirup. Karena, racun tadi tidak mematikan. Dalam waktu tiga hari, rasa mual akan hilang. Banyak-banyak minum air putih aja, ya, Pa..Jangan mengerahkan tenaga dalam untuk menahan atau mengusir racun yang sempat terhirup tadi..Nanti, racun malah makin menyebar ke saluran tubuh yang lain,’ ujarku.

Malam kembali senyap. Lampu gantung di teras berayun-ayun lembut ditiup angin. Sinarnya seperti berkelap-kelip.

Ahhhhh..ngantuukkkk..Tampaknya Bapak-Bapak juga sudah kepayahan. Jadi, sepertinya, pertarungan ini ga bisa kita teruskan sekarang..Yowes, aku pamit tidur dulu, ya, Pa..Lagian, aku ada tamu. Seengganya, sebagai tuan rumah yang baik aku harus menjamu tamuku..See You, Bapak-Bapak..’ sambungku lagi sambil berbalik dengan langkah jumawa menuju rumah.

Malam masih senyap. Bertambah pekat. Angin berselimut kabut. Dingin. Menemani rentang malam yang bisu..

Aku masuk ke dalam rumah dan kukunci pintu. Kusingkap tirai dan kulihat kelima lelaki itu berjalan ke luar halaman dengan terhuyung-huyung dan bersusah payah naik ke atas kuda masing-masing. Aku benar-benar bisa menghela nafas lega sekarang. Kututup tirai dan menuju kamar belakang. Suara derap kaki kuda terdengar menjauh. Kubuka pintu kamar dan kulihat ke dalam..

Lho?..Koq, ga ada?..Kemana tamu misterius tadi?..,’ pikirku. ‘Halooo???..Haloo??..,’ kataku sambil memeriksa sekeliling kamar. Kuperiksa belakang pintu, dalam lemari, tapi tak ada tanda-tanda tamu misterius itu ada di sana. Aku berjongkok di samping tempat tidur. Kusingkap kain sprei yang menjuntai di sisi tempat tidur dan melongok ke kolong. Rasa terkejut yang sangat menyergapku dengan apa yang kulihat.

(bersambung ke sini)





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar