Pages

Jumat, 13 Februari 2015

KETIKA SAKIT

Siang itu, empat hari lalu. Hujan deras sejak subuh. Hawa dingin yang masuk di celah-celah mantel yang kami kenakan tak membuat langkah kami terhenti, juga gegas para pengantar pasien dan  petugas di poliklinik itu.

Yup, hari itu, saya mengantar adik saya ke salah satu poliklinik, di kota Bogor. Hampir seminggu adik saya absen dari tempatnya bekerja, kondisi perutnya tak kunjung membaik. Berulang kali konsultasi ke dokter umum, rasa tak nyaman di perutnya tak kunjung berkurang. Hari itu, adik saya meminta saya untuk mengantarnya menemui salah satu Dokter Penyakit Dalam di poliklinik itu.

Setelah registrasi, kami duduk di ruang tunggu. Hujan masih mengguyur. Hawa dingin semakin menggigit karena ditambah dingin dari  pendingin ruangan. Dari balik jendela kaca besar, saya melihat titik-titik air hujan yang turun seperti kaki-kaki air yang menjejak bumi. Bunyinya berirama. Irama hujan membawa ingatan saya ke rekaman peristiwa tiga tahun lalu, ketika saya sakit.

Tiga tahun lalu. 
Yup, saat itu saya sakit. Saya terkena Myoma uterus. Jalur non-medis yang saya pilih ternyata tak mampu untuk mengatasi pendarahan hebat yang terjadi setiap siklus bulanan saya tiba. Sakit yang amat sangat di bagian perut saya rasakan setiap saat. Hampir setahun,  tiap bulan ketika siklus bulanan datang membawa saya berulang kali ke rumah sakit untuk diinfus dan ditambah darah.

Tak pernah terbayangkan sebelumnya dengan seiring waktu kondisi saya bakal melemah. Baik lahir, juga psikis saya. Meski saya memaksakan diri untuk selalu terlihat tersenyum  tapi tidak dalam diri saya. Hampir enam bulan lamanya, saya tak dapat bergerak bebas. Saya yang  sebelum sakit dapat bergerak bebas, beraktifitas, lincah, penuh semangat, saat itu, hanya bisa berbaring. Sehari-hari saya lewati dengan lebih banyak berbaring. Tak banyak gerakan yang bisa saya lakukan. Karena, gerakan yang banyak akan memicu pendarahan yang hebat. 

Berbaring dan mengeluh. Dalam diri saya selalu mengeluh. Meratapi nasib. Sibuk mengasihani diri sendiri. 'Malangnya aku..Mengapa harus aku?'. Saya frustasi. Dicekam rasa khawatir. Panik yang luar biasa. Mencari penyembuhan ke sana-sini, kecuali satu tindakan yang saya hindari, operasi. Saya terus berdoa kepada Sang Maha Baik untuk menghilangkan sakit saya. Tapi, saya meminta dengan syarat, 'Saya tak mau dioperasi, Ya Allah.' Saat itu, saya merasa doa saya tidak didengar olehNya, Sang  Maha Baik masih menghukum saya.

Saya sakit. Sakit. Sakit. Selalu mengingatkan diri bahwa saya itu Si Sakit. Dan, pemikiran tentang sakit itu sendiri makin melemahkan saya. Saya merasa menjadi orang yang kurang beruntung. Saya merasa benar-benar orang yang malang karena tubuh saya pun ikut tak mencintai saya. Yup, saya menyalahkan tubuh saya sendiri.

Seutas senyum terbit di wajah saat saya mengingat rekaman saat itu. Bodohnya saya. Meratapi dan menyesali nasib seperti itu. Saya lupa bersyukur. Saya lupa bersyukur  masih memiliki orang-orang yang menyayangi saya. Saya seakan meniadakan keberadaan  orang-orang yang penuh kasih di sekeliling saya. Orang-orang terkasih yang tak hentinya memberikan doa, kata-kata yang menguatkan, juga pelukan hangat mereka. Betapa egoisnya saya waktu itu. Hanya terfokus pada rasa sakit yang saya rasa. Bukankah saat itu saya seharusnya masih bisa memetik bahagia?

Saya menyesali dan menyalahkan semua yang ada. Keadaan, lingkungan, juga tubuh saya sendiri. He..he..Menyalahkan tubuh? Bukankah seharusnya tubuh yang menyalahkan saya? Bukankah sakit yang saya rasakan itu adalah bentuk dari jeritan tubuh saya? Kembali saya ke masa-masa saya sebelum sakit. Saya terlalu sibuk memanjakan lidah saya. Tak peduli dengan apa-apa yang akan tubuh terima. Saya sering jajan sembarangan. Makan pedas yang berlebihan. Minum es tanpa bisa dilarang. Apalagi dengan rasa asam, salah satu rasa yang takkan saya lewatkan. Saya sering melewatkan sarapan, makan siang, juga makan malam. Biasanya, akan saya ganti dengan cemilan-cemilan ringan yang saya suka, yang tak baik untuk kesehatan. Saya jarang minum air putih, lebih banyak  mengonsumsi minuman bersoda. Ketika badan terasa sakit, saya lebih sering untuk tidak memedulikannya. Pernahkah saya mendengar tubuh saya menjerit karena sebenarnya dia tak suka dengan apa yang saya lakukan? Tak sekali pun. Dan Sang Maha Baik memang menghukum saya. Saya tak menjaga tubuh saya dengan layak.  

Saat itu, saya juga menuduh Sang Maha Baik tak mau mendengar doa saya. Padahal, Sang Maha Baik telah memberikan jawaban atas doa-doa yang saya pinta. Hanya saja saya tak melihatnya. Tak MAU melihat, lebih tepatnya. Saat itu, saya terpaku pada satu pintu untuk penyembuhan. Seakan menampik satu pintu lagi yang ditawarkan olehNya. Meski akhirnya, saya bersyukur yang sangat, saya belum terlambat untuk mau melihat dan mengambil jalan dari pintu satu lagi yang ditawarkan oleh Sang Maha Pengasih, dan Maha Penyayang.

Sekarang, saya bisa kembali menebar senyum, menguntai tawa, melepas sedih, dan membangun harap. Saya sangat bersyukur dan bersyukur  masih diberi waktu untuk menikmati hangatnya matahari bersama dengan orang-orang terkasih.

***
Di luar, hujan mereda. Matahari bermurah hati mau memberikan sedikit cahayanya di ujung senja. Titik-titik air hujan yang tajam telah berubah menjadi serpihan-serpihan air yang lembut. Rasanya tak sedingin tadi. Lebih hangat. Kami, saya dan adik saya pulang dengan hati yang terasa lebih ringan. Hasil lab menunjukkan bahwa kondisi adik saya baik-baik saja. Tubuh adik saya hanya meminta beberapa hari untuk waktu istirahatnya. Alhamdulillah..


Don’t worry.
God is never blind to your tears
Never deaf to your prayers
And never silent to your pain
He sees
He hears
And he will deliver 
(quote)


^_^



4 komentar:

  1. Bang BS..iya, manis kaya orangnya..ha..ha..tunggu cersil yang kujanjikan,ya..*cieeee..tapi, entah kapan..:-D

    BalasHapus
  2. ini tulisannya Jul... ^_*

    apakah kau ingat kepadaku?
    Aug 6, '09 2:32 AM

    Apakah kau ingat padaku??
    saat kedua bibirmu ditarik
    membentuk sebuah senyuman
    ketika bahagia menyelimuti hatimu

    Apakah kau ingat padaku??
    saat air matamu menitik
    karena duka menyelusup
    mengganggu hatimu??

    Sering aku bertanya
    tanpa butuh jawaban..
    ‘Apakah kau ingat padaku??’

    BalasHapus
  3. Mas/Mba Ano..saya ingat..he..he..meski namanya jadi Ano, saya ingat..selalu ingat..*lho?..:-D ;-)

    BalasHapus